Filosofi Dibalik Lezatnya Rendang
Sudah tidak asing dengan makanan khas asal Sumatra Barat ini bukan? - Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang berasal dari Minangkabau, Sumatra Barat. Kedatangan orang Arab dan India di Kawasan pantai barat daerah Sumatra Barat pada abad ke-14 menjadi pencetus awal terciptanya rendang. Rempah dan bumbu diperkenalkan oleh bangsa Arab dan India yang datang ke Indonesia pada waktu itu. Pada abad ke-16, orang-orang Minang mulai merantau ke berbagai daerah, nah rendang menjadi pilihan untuk bekal karena mampu bertahan lama.
Terbuat dari daging sapi dengan menggunakan santan kelapa (karambia), berbagai bumbu yang dihaluskan seperti cabai (lado), serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah, dan bumbu lainnya. Pada tahun 2017, hidangan ini pernah dinobatkan sebagai makanan paling enak nomor satu sedunia versi pembaca internasional CNN atau “World Best Foods Reader Choice” disusul dengan nasi goreng pada urutan kedua dan sate peringkat 14.
Dikutip dari Journal of Ethnic Foods (2017), kata rendang berasal dari marandang artinya secara lambat. Proses memasak rendang daging memang dilakukan secara lambat dan dalam kurun waktu lama agar segala bumbu, rempah, dan santan meresep sempurna. Terdapat tiga tingkatan teknik dalam memasak daging berbumbu dalam kuah santan yaitu:
- Olahan terbasah disebut gulai yang memang masih memiliki kuah santan.
- Ada kalio atau rendang basah.
- Benar-benar kering yang merupakan ciri khas rendang asli Minangkabau.
Proses memasaknya membutuhkan waktu hingga lebih dari 4 jam agar semua bumbu, rempah, dan santan meresap kering sempurna untuk menghasilkan rasa rendang yang lebih kuat. Warnanya pun lebih gelap, coklat kehitaman. Rendang mampu bertahan hingga berminggu-minggu dalam suhu ruangan. Ini karena menggunakan bumbu-bumbu alami (bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas) yang bersifat antiseptik dan membunuh bakteri patogen sebagai bahan pengawet alami. Hidangan khas ini ternyata mempunyai filosofi tersendiri dalam kehidupan orang Minang, yaitu tentang kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan. Santan yang memberi rasa gurih melambangkan cendekiawan atau sosok intelektual. Konon katanya, rasa pedas melambangkan tokoh agama atau sosok ulama yang menegakkan ajaran Islam dalam masyarakat.
Ternyata seperti itu asal-usul salah satu makanan terlezat di dunia asal Sumatra Barat ini. Dibalik rasa nikmatnya ada filosofi-filosofi masyarakat Mingkabau di dalamnya.
Referensi:
Detik , Kompasiana , Tirto , Wikipedia
Gambar: